Mengenal Lebih dalam Tentang Klepto



Waduh… Pada ke mana bukuku ya? Jangan-jangan bukuku pada pergi piknik semua, kok nggak ada di mejaku.
Ha, pasti repot kan kalo tiba-tiba buku kita lenyap entah ke mana? Bukannya nggak mau berpikiran positif, kalo buku kamu hilang di sekolah, salah satu temenmu bisa jadi tersangka.
Colong-menyolong buku di kelas emang bukanlah hal yang luar biasa, mulai dari nyolong alias ngambil karena iseng ngerjain, nyolong mau nyalin PR, nyolong karena sirik, sampai ada juga yang benar-benar nyolong!
Nah, ternyata, sobat Xpresi (sobeX) pernah tuh punya teman yang klepto alias suka nyolong (55 persen), selebihnya 45 persen ngaku punya teman yang baek-baek semua.
Nah, kalau sobeX ditanya pernah klepto di kelas atau nggak, hampir semuanya pernah (75 persen), mulai dari klepto buku, pulpen maupun hanya sekadar iseng doank. Wah, bahaya nih sobeX. Jangan keterusan donk, ntar jadi ketagian jadi runyam deh! Wuiih..jangan sampek ya. Kamu bisa digiring ke kantor Pak polisi, trus masuk penjara. Pasti deh kamu nangis 40 hari 40 malam. Hikss..hiks..

Pengakuan sobeX, mereka pernah nyolong buku teman (20 persen), nyolong buku catatan (30 persen), nyolong buku bacaan (15 persen), nyolong buku cetak/pelajaran (10 persen) dan 25 persen sama sekali nggak pernah nyolong tuh.
Bagi sobeX yang ngaku pernah klepto, punya alasan sendiri kenapa nekad melakukannya. Mulai dari alasan lupa balikin buku setelah meminjam (50 persen), sekadar iseng alias ngerjain teman (40 persen), bahkan ada yang aksi balas dendam tak beralasan karena bukunya pernah dicolong.
Menurut sobeX, teman mereka yang klepto pernah ketahuan saat nyolong (60 persen).Sedikit yang pernah nyolong, lebih sedikit lagi yang pernah ketahuan nyolong. Bayangkan 40 persen sukses menyembunyikan jejaknya alias nggak ketahuan. Namun jika ketahuan oleh sekolah hukumannya pun bisa bervariasi.
Meski si klepto ketahuan, tapi tak membuat teman-temannya membenci. Sebab, perbuatan si klepto ketangkep basah, tapi tetap dimaafin gitu, tapi sebelumnya dinasehati dulu (80 persen). Hmm… emang baik hati ya, pemaaf dan kayaknya ini bukan resiko ya? Trus, hanya 20 persen aja yang menjauhi si klepto.
Kayak Nur Nina, siswi kelas XI-A MAN 2 Model Medan punya teman yang suka nyolong kecil-kecilan. Walaupun nyolongnya kecil-kecilan, tapi tetep aja namanya nyolong dan tetep dosa. “Waktu aku SMP, aku punya teman sebangku yang suka nyolong pulpen aku. Kalau pulpenku udah ilang, eehh, besoknya pulpenku dipakai teman sebangku tanpa dosa. Aku nggak berani nuduh, tapi aku kan tanda dengan pulpenku,” ujar dia.
Kalau Mutiara Sari, siswi SMK Negeri 10 Medan ini ngaku pernah jadi korbannya si klepto. Doski tuh nggak pernah nyangka kalau teman baiknya sendiri yang jadi klepto. “Ceritanya nih, temanku si klepto itu pura-pura pengen lihat foto di dompetku. Karena  aku percaya, ya klu kasihlah dompetku. Aku pun tidak memperhatikan temanku itu saat lihat dompetku. Begitu dompet kembali sama aku, duit yang di dalam dompetku berkurang. Mau ku Tanya ke dia, aku takut tersinggung,” kata dia.
Mayang Suharni, siswi SMK Negeri 10 Medan beruntung nggak pernah jadi korban sang klepto. Tapi dia ngaku ada salah satu temannya yang klepto.
“Ada sih teman gue yang klepto kecil-kecil. Dia tuh kalau sudah pinjam buku, sengaja nggak mau ngembalikan. Muka tembok banget. Udah minjem, tapi nggak pernah mau balikin. Padahal, teman udah berbaik hati mau ngasih pinjem buku ke dia,” ujarnya. (ila/saz/fry)

Kebiasaan Buruk Jadi Penyakit Jiwa

Klepto itu adalah kebiasan buruk dari seseorang yang suka mengambil atau meminjam barang-barang milik orang lain untuk dimiliki. Demikian kata Antis Naibaho, psikolog yang bertugas di RSU Pirngadi Medan.
Kata dia, kebisaan buruk yang suka mencuri atau mengambil hak orang lain, lalu keterusan menjadi penyakit jiwa, bukan didasari karena ekonomi. “Terkadang pelakunya adalah orang-orang dari ekonomi kelas menengah dan orang berada. Sedangkan barang yang diambil sering kali yang tidak punya nilai ekonomis sama sekali. Pelaku dapatkan hanyalah kepuasan batin karena bisa mengambil barang orang lain,” tambahnya.
Dikatakannya, biasanya pelaku yang kena penyakit ini secara niat tak ingin mencuri karena mereka tahu itu perbuatan salah. Namun karena dorongan jiwa yang begitu kuat akhirnya mampu mengalahkan niatnya yang tak ingin sama sekali mencuri.
“Kadang-kadang pelaku yang sudah mencuri, beberapa hari kemudian barang yang dia curi lalu dikembalkan lagi kepada pemiliknya. Pelaku lalu minta maaf dan janji nggak akan mengulang lagi. Tapi pada kenyataannya pelaku tetap melakukan kebiasaannya itu di lain waktu,” bilangnya.
Memang, sambungnya, klepto itu termasuk salah satu penyakit psikologis. Kalau tidak bisa diatasi melalui nasehat dari hati- ke hati, maka solusi yang terakhir ditempuh melalui psikiater.

Sumber:
http://www.hariansumutpos.com/arsip/?p=34520

0 comments: